Siapa Dan Bagaimana Suku Mandar? (Sebuah Perjalanan Menembus Waktu)

Siapa Dan Bagaimana Suku Mandar? (Sebuah Perjalanan Menembus Waktu)

Seringkali kita mendapati pertanyaan apa artinya Mandar? Atau siapa nenek moyangnya Mandar?. Didalam tulisan ini, penulis akan mencoba merangkai dan menyandingkan beberapa sejarah maupun folklor yang terdapat pada beberapa suku yang menurut perkiraan penulis ada hubungan dengan kehadiran dan asal usul nenek moyang mandar, semoga dari sana nantinya kita akan dapati arti kata "mandar" itu sendiri. Dalam tulisan ini juga penulis ingin menggambarkan perjalanan bangsa "mandar" dari era To Manurung, zaman kerajaan hingga ke zaman kolonial.
siapa dan bagaimana suku mandar
Potret Wanita Dan Anak-Anak Mandar Tempo Dulu
(Foto : Koleksi Online Museum Belanda www.tropenmuseum.nl)

Zaman Prasejarah

Permulaan Generasi Pertama Manusia. Tersebutlah dalam kitab-kitab suci bangsa Timur Tengah bahwa Adam, yang dianggap sebagai manusia pertama dan Nabi pertama, mulai mengembangkan generasinya bersama Siti Hawa, Nenek Moyang Manusia yang ditemukan kembali setelah didamparkan di daerah India dari Surga. Generasi berikutnya mulai melahirkan beberapa kelompok Bangsa. Bangsa Semetik kemudian menurunkan Bangsa Arab dan Israel yang selalu berperang. Kabarnya perpecahan kedua bangsa ini dimulai sejak Nabi Ibrahim. Bangsa Syam yang kemudian dikenal sebagai ras Aryan, menurunkan Bangsa Yunani dan Roma yang menjadi cikal bakal Eropa (Hitler merupakan tokoh ras ini yang ingin memurnikan bangsa Aryan di samping Bangsa Braminik yang chauvinistic dan menjadi penguasa kasta tinggi di agama Hindu), Nordik, Patan, Kaukasian, Slavia, Persia (Iran) dan India Utara (semisal Punjabi, Kashmir dan Gujarat) berkulit putih serta bule-bule lain sebangsanya. Bangsa Negroid menurunkan bangsa Afrika dan beberapa bangsa berkulit hitam lainnya di dunia seperti Bangsa Dravidian (India berkulit Hitam),Papua, Samoa, Aborigin di Autralia, Asmat dan bangsa lain yang hidup di kepulauan Polinesia, Samudera Pasifik.

Bangsa Tatar menurunkan Ras Mongoloid yang terdiri dari bangsa Mongol; Cina, Korea, Uzbek, Tazik, Kazakh, Kazan di Rusia, bangsa Nomad penghuni Kutub Utara dan Selatan bermata cipit, Hokkian yang menjadi Konglomerat dan Mafia di Indonesia serta Bangsa Maya, Suku Indian dan lain sebagainya yang menjadi penduduk asli benua Amerika dan yang kedua; Ras Austronesia, yang menyebar di Madagaskar, Afrika, Batak; Proto Malayan dan Neo Malayan; Melayu, Jawa dan lain-lain.

Penyebaran populasi manusia terjadi pasca “Tsunami” pertama atau dikenal sebagai Banjir Bah dizaman Nabi Nuh AS. Di zaman ini pula terdapat sebuah komunitas manusia yang konon mempunyai tinggi badan 15-30 meter punah ditelan banjir karena kesombongannya. Peneliti antropologi Amerika di awal abad 20 menemukan kembali bangsa ini di pedalaman Afrika, namun lokasinya dirahasiakan oleh pihak militer yang tertarik untuk mengambil sampel komunitas ini untuk rekayasa gen tentara AS. Penelitian juga diarahkan untuk menghidupkan kembali Bangsa Dinosaurus, sejenis binatang purba, yang juga mati tenggelam karena tidak sempat dan tidak ‘muat’ dimasukkan dikapal Nabi Nuh.3000-1000 SM (Sebelum masehi) Bangsa Batak yang merupakan bagian dari Ras Proto Malayan hidup damai bermukim di perbatasan Burma/Myanmar dengan India. Beberapa komunitas tersebut yang kemudian menjadi cikal-bakal bangsa adalah kelompok Bangsa Karen, Toradja, Tayal, Ranau, Bontoc, Meo serta trio Naga, Manipur, Mizoram. Tiga yang terakhir ini sekarang berwarga negara India. Adat istiadat mereka dan aksesoris pakaian yang dimiliki sampai sekarang masih mirip dengan pakaian Batak, misalnya pernik dan warna ulos. Sifat dominan dari ras ini adalah kebiasaan hidup dalam Splendid Isolation dilembah lembah sungai dan di puncak-puncak pegunungan. Mereka sangat jarang membuat kontak bersifat permanen dengan pendatang yang berasal dari komunitas lainnya misalnya komunitas yang berada di tepi pantai, pesisir, yang saat itu banyak dipengaruhi oleh ideologi yang berbeda dengan mereka, misalnya Hinduisme (Yang disinyalir sebagai ajaran turunan dari agama Nabi Nuh AS), Zoroaster, Animisme gaya Yunani dan Romawi dan juga paham-paham baru seperti Buddha, Tao dan Shintoisme Sifat tersebut masih membekas dan terus dipertahankan oleh orang-orang Batak hingga abad 19. Sampai saat ini, diperkirakan suku bangsa yang berasal dari ras ini masih mempertahankan kebiasaan ini, terutama Bangsa Tayal, bangsa pribumi di Taiwan, Orang-orang Bontoc dan batak Palawan penghuni pertama daerah Filipina.1000 SM

Bangsa Mongol yang dikenal bengis dan mempunyai kemajuan teknologi yang lebih tinggi berkat hubungan mereka yang konsisten dengan berbagai bangsa mulai bergerak ke arah selatan. Di sana, keturunan mereka menyebut dirinya Bangsa Syan dan kemudian menciptakan komunitas Burma, Siam (Thai) dan Kamboja yang kemudian menjadi cikal-bakal negara. Ras Proto Malayan mulai terdesak. Ketertutupan mereka menjadi bumerang karena teknologi mereka tidak up to date. Sebagian dari mereka kemudian mulai meninggalkan daerah-daerah tersebut, menempuh perjalanan untuk mencari daerah baru bahkan ke seberang lautan, di mana mereka akan menikmati hidup dalam ‘splendid isolation’ kembali. Bangsa Bontoc bergerak ke daerah Filipina, Bangsa Toraja ke selatannya, Sulawesi.

Lalu darimana penyebutan toraja ini?, Sebagaimana dikisahkan, bahwa pada awalnya sekelompok orang yang membentuk diri sebagai suatu masyarakat di pinggir pantai yang dikenal sebagai "To Alau" (orang di timur). Seiring waktu, masyarakat itu semakin berkembang dan penyebutan identitas mereka sebagai "To Alau" semakin disederhanakan menjadi "To Luu", sehingga pengertiannya bergeser menjadi "orang di laut". Sesuatu yang sesungguhnya "tentu saja" tidak dipermasalahkan, mengingat perkampungan mereka terletak dipinggir laut. Seiring waktu, perkampungan itu kian besar, sehingga sekelompok keluarga memutuskan untuk berpindah kearah barat untuk memulai kehidupan bercocok tanam. Maka mereka merambah hutan pegunungan kearah barat hingga menemukan tempat yang cocok. Mereka membangun perkampungan itu sebagai hunian baru yang akhirnya dikenal oleh masyarakat "To Luu" sebagai "To Riaja" (Orang di Barat). Waktu berlalu dan zaman berganti, penyebutan "To Riaja" tersebut kini berubah menjadi "Toraja".

Era To Manurung/To Dipanurung.

Konon kabarnya, orang yg pertama mendiami wilayah paling Barat Tanah Toraja ini, seorang tokoh PONGKAPADANG. Dia mendiami wilayah ini selama ratusan tahun dari generasi ke generasi. Istrinya bernama TORI JE'NE' asal Bugis Makassar yg dia temukanan di wilayah pesisir. Dari namanya saja Tori Je'ne' memang menunjukkan bahwa istri PONGKAPADANG berasal dari Bugis Makassar. Tori artinya dari, Je'ne' artinya air. Dalam cerita orang tua, kabarnya Pongkapadang memiliki wilayah dari pegunungan sampai pesisir pantai Mandar dan Mamuju. Torije'ne' ditemukan terdampar di pinggir pantai, lalu di bawa ke Tabulahan untuk diperistrikan.

Melalui Nenek Torije'ne' inilah, diceritakan Pongkapadang dikaruniai tujuh anak dan 11 cucu yg mendiami sejumlah wilayah KONDOSAPATA, mulai dari Tabulahan, Bamban, Mambi, Aralle, Matangnga, Mala'bo', Osango, Tawalian, Sesena Padang sampai di Tabang. Dari Suppiran, Sepang, Messawa, Tabone, Pana' Nosu sampai ke Ulu Salu. Dari Pamboang, Tapalang, Mamuju, Sendana, Balanipa sampai Binuang yg di kenal dengan Karua Ba'bana Minanga. Itulah wilayah KONDOSAPATA UAI SAPALELEAN. PONGKAPADANG, berasal dari Sa'dan Tana Toraja, adalah putra dari PA'DORAN dan istrinya bernama EMBADATU. NENEK moyang PONGKAPADANG sendiri bernama TANDAYANLANGI dan istrinya bernama, KOMBONGDIBURA'. Pasangan ini melahirkan PAMULATAU, selanjutnya Pamulatau melahirkan PALLA'DE'LA'DE', kemudian Palla'de'la'de' memperanakkan LANDORUNDUN, selanjutnya Landorundun memperanakkan BATARATUA, kemudian Bataratua memperanakkan PA'DORAN orang tua dari PONGKAPADANG.

Merangkai kisah didalam I Lagaligo pun akan kita dapati penyebutan beberapa nama yang dipercya sebagai tomanurung dan memiliki hubungan kekerabatan, antara lain :
1. La Tenri Tatta ri Gima (Bima, Nusa Tenggara)
2. La Tenri Peppang ri Wadeng (Gorontalo)
3. TopangkElareng ri Taranati (Ternate)
4. La Temmadatu ri Butung (Buton, Sulawesi Tenggara)
5. Guru La Sellang Puang Palipada ri MassEnrEngpulu (Enrekang)
6. Puang Pongkopadang ri Pitu Babanna Binanga (Sulawesi Barat).

Ketujuh anak pongkapadang dan torije’ne adalah
1.DAENGMANGNGANNA (Demmangnganna),
2. MANASSALA'BI',
3. POLLAO MESA,
4. SIMBADATU,
5. BURALE'BO',
6. PATTANAN BULAWAN,
7. BUNTU BULO (Manapohodo).

Dan kesebelas cucunya adalah:
1. DETTUMANAN (tinggal di Tabulahan),
2. TAMMY (Ampu Taije') mendiami Bambang,
3. DEMMALONA' (Daeng Matana) mendiami Mambi,
4. MAKKADAENG merantau ke Mamuju,
5. DAENG KAMARU (Daeng Marambu) pergi ke Matangnga (Taramanuk),
6. TAMBULI BASSI pergi ke Tapalang (Pesisir),
7. TAKKARA BULU (Takkara Batu) pergi ke Mandar (Balanipa),
8. DAENGMALULUN pergi ke Ulu Manda' (Pamboang),
9. SABALIMA justru pergi ke pedalaman mendekati perbatasan Tana Toraja yaitu Tabang tepatnya berdomisili di KOa.
10. TALA'BINNA mendiami Mangki Tua (Lobe),
11. TOMEMATAKALAKIAN pergi ke Hau di Sempaga.

Kemudian salah satu dari rumpun inilah lahir seorang yang bernama I Manyambungi. (akan dibahas dibagian bawah tulisan ini).

Nama Mandar sendiri dari mana??. Dalam makalah dari H. Mochtar Husein (1984) diungkapkan bahwa kata Mandar memiliki tiga arti : (1) Mandar berasal dari konsep Sipamandar yang berarti saling kuat menguatkan; penyebutan itu dalam pengembangan berubah penyebutannya menjadi Mandar; (2) kata Mandar dalam penuturan orang Balanipa berarti sungai, dan (3) Mandar berasal dari Bahasa Arab; Nadara-Yanduru-Nadra yang dalam perkembangan kemudian terjadi perubahan artikulasi menjadi Mandar yang berarti tempat yang jarang penduduknya.

Namun dalam hal ini penulis lebih condong dengan pendapat yang pertama, bahwa mandar berarti saling menguatkan. Didalam bahasa mandar saat ini, kita masih mendapati kata “meandar = mengantar”, bukankah pada saat kita mengantar seseorng kita terkadang memberi kata atau wejangan yang bertujuan saling menguatkan hati masing-masing.

Masa Kerajaan-Kerajaan Lokal

I Manyambungi diperkirakan lahir pada abad XV Masehi di Lemo,Desa Pendulangan yang sekarang tergabung dalam kecamatan Limboro, Polman. Ia adalah putra dari Tomakaka di Napo,Puang Digandang dengan Weapas, Putri dari I Taurra-urra. I Taurra-Urra sendiri adalah anak dari Tobittoeng, anak dari Topalliq,Tomakakaq di Lemo. Awal kedatangan I Mayambungi di Gowa yaitu pada masa pemerintahan Karaeng Batara Gowa sebagai Raja VII,dilatar belakangi oleh hubungan perdagangan antara kerajaan Gowa dengan Tomakakaq Napo yang terjalin dengan baik. I Manyambungi menginjakkan kakinya di Gowa pada usia yang masih kanak-kanak. Alasan kedatangan I Manyambungi di Butta Gowa,diperkirakan sebagai upaya pengaasingan dirinya atas hukuman yang dijatuhkan Tomakakaq Appeq Banua Kayyang (Napo, Samasundu, Mosso, Todang-Todang) setelah membunuh saudara sepupunya sendiri.

Di Gowa, I Manyambungi sebagai panglima perang Kerajaan Gowa, tersohor sampai ke Mandar setelah berhasil memimpin pasukan Kerajaan Gowa menaklukkan Kaerajaan Lahe, dan bahkan kerajaan Pariaman (Sumatera) yang termasuk kerajaan terkuat pada masa itu. Gong dari Lahe (Ta’bilohe) dan keris Pattarapang dari Pariaman menjadi medali kemenangan yang diberikan oleh Daeng Matenre pada I Mayambungi.

Pada masa yang sama di Mandar terjadi perseturuan antara Apppe Banua Kaiyyang dengan Passokkorang (Biring Lembang,Renggeang,Manu’Manukan,Salarri). Para Tomakaka dari Appe Banua kaiyyang sepakat mengutus Pappuangan di Mosso menjemput I Manayambungi di Gowa. Nama besar I Manyambungi diharapkan dapat membantu Appeq Banua Kaiyyang menaklukkan Passokorang. Akhirnya I Manyambungi bersama keluarganya meninggalkan Gowa menuju Napo. Setelah peperangan dengan Passokkorang yang dimenangi oleh Appeq banua Kayyang dibawah komando I Manynyambungi, maka disatukanlah appeq banua kayyang tersebut menjadi sebuah kerajaan dengan dengan nama Balanipa dan I Manynyambungi kemudian diangkat menjadi maraqdia pertama. Pada masa –masa kemudian, ketika terjadi perang saudara antara Gowa melawan Bone dalam Perang Makassar dimana Bone bersekutu dengan VOC sedangkan Gowa bersekutu dengan beberapa kerajaan Bugis, Ternate dan Buton, maka kerajaan Balanipa pun mengambil posisi dipihak kerajaan Gowa. Dari kisah ini kemudian kadang melahirkan letupan kecil dibeberapa indvidu untuk antipati terhadap suku yang lain yang terlibat dalam perang ini lebih-lebih ketika pemerintah mengangkat salah satunya sebagai pahlawan sedangkan yang lain dicap sebagai pengkhianat. Padahal kalau merunut sejarah, maka terjadinya perang dahsyat yang hampir menggagalkan pendudukan VOC dijazirah sulawesi ini bukan semata-mata pertimbangan politik namun juga mengandung nilai siri’ dari seorng yang dianggap “pengkhianat” tersebut. Apalagi Raja Bone saat itu (La Tenri Tatta To Erung Petta Malampe’e Gemme’na) adalah saudara sepupu dari Raja Gowa saat itu (I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape). (untuk lengkapnya tentang perang makassar ini, silahkan dilihat pada tulisan lain yang mengupas perang makassar).

Masa Kolonial (Penjajahan)

Setelah kerajaan Gowa dinyatakan kalah dan Sultan Hasanuddin dipaksa menanda tangani perjanjian bongaya, maka perjuangan diwilayah mandar tinggallah perjuangan sporadis yang terlupakan oleh sejarah hingga kemudian kembali mencuat disekitar akhir 1890an hingga tahun 1900an. Dengan munculnya nama Sugirana Andi Sura, I Kaco Ammana Iwewang dll. Sebagai pemimpin perjuangan.
Dari masa awal kehidupan, manusia mandar telah menjalani berbagai lekuk liku dan pergumulan hebat kehidupan. Dan dari sekian lama waktu yang dilalui, ada yang sempat tertoreh oleh tinta sejarah dan ada yang masih tertutup kabut gunung Ganda Dewata. Untuk itu penulis senantisa dan tak bosan memanggil para jiwa muda untuk mempelajari dan mengungkap sejarah. Semoga suatu saat, Mandar bisa bersanding dengan bangsa lain dalam kancah internasional.

Akhir goresan, penulis ingin mengutip sebuah komando yang diucapkan oleh Sugirana Andi Sura yang tertulis didalam buku Mengenal Mandar Sekilas Lintas (Syaiful Sinrang).
“Mua’ munduro’o mie’ tommuane, alai mai lasomu” yang artinya : “jika laki-laki akan mundur dalam perjuangan ini, lebih baik kelaki-lakianmu serahkan pada kami”. Pada intinya “perjuangan belum berakhir”
Referensi :
  1. Husein M (1984). Makalah
  2. Mattulada. Buku Sejarah Perang Makassar.
  3. Lontaraq Pattodioloang
  4. Sinrang S. Mengenal Mandar Sekilas Lintas.
  5. Lontaraq I Lagaligo

ZulfihadiPenulis :
Zulfihadi, saat ini menetap di Wonomulyo Kab. Polewali Mandar, hobi membaca hal yang berkaitan dengan sejarah dan budaya daerah serta mengutak-atik komputer, tenaga pendidik di SMK Soeparman  Wonomulyo dan aktif sebagai pembina Pramuka di instansi mengajarnya.